oncontextmenu='return false;' onkeydown='return false;' onmousedown='return false;'

Social Icons

Pages

Sabtu, 13 Mei 2017

Kritik Ibadah Muslim



Jangan terburu-buru menilai orang !
Apalagi menilai amalan orang ! 
Menganggap orang lain bid'ah, sesat ?
Apakah kita sudah bisa jadi orang yang benar dalam beribadah ?
Atau hanya karena iri (hasad) lantas memojokkan seseorang ?
Mencari-cari kesalahan dan menyalahkan orang lain ?
Beribadah, hanya diri sendiri dan Allah yang tahu apakah ikhlas atau karena riya ?

Kalau berbicara soal ibadah, pasti kita juga akan berbicara seputar agama. Sebab, ibadah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah agama. jika seseorang ingin disebut sebagai penganut agama Islam, maka ia haruslah mengerjakan macam-macam ibadah yang ada di dalam agam Islam.
Manusia diciptakan tidak lain untuk menghambakan diri hanya kepada Allah. Begitulah Allah memiliki misi dengan diciptakannya manusia. Allah tidak mengharapkan apa-apa dari misi tersebut, Allah hanya berharap pada hamba-Nya untuk menjadi yang terbaik di sisi-Nya. Tentu, harapan tersebut tidak berkonsekwensi buruk bagi Allah, semisal kecewa atau merasa dikhianati, justru konsekwensi buruk itu dirasakan oleh hamba kelak jika tidak melaksanakan misi tersebut.

Sifat penghambaan diwujudkan dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan seluruh larangan-Nya. Keduanya merupakan ibadah yang tidak boleh tidak harus ditaati oleh seorang hamba. Karena ibadah merupakan aktifitas utama dalam kehidupan, sebagai penempa diri seseorang untuk mejadi hamba yang mampu meraih rido-Nya.
Ibadah sendiri secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri seorang makhluk kepada Sang Khaliq. Penghambaan itu lebih didasari pada perasaan syukur atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah padanya serta untuk memperoleh keridhaanNya dengan menjalankan titah-Nya sebagai Rabbul ‘Alamin.

Namun demikian, ada pula yang menjalankan ibadah hanya sebatas usaha untuk menggugurkan kewajiban, tidak lebih dari itu. Misalnya, saat ini banyak umat islam yang tidak berjama'ah ke masjid kecuali shalat jum’at. Bahkan ada pula yang tidak sholat kecuali pada hari raya. Islamnya hanya ada di kartu identitas. Dan ada pula yang beribadah, mendekatkan diri kepada Allah hanya pada saat ibadah ritual saja, setelah itu dia jauh dari ridlo Allah. Pelaksanaan ibadah seperti ini lebih kepada karena merasa dituntut atau memiliki beban. Seorang hamba yang melaksanakan karena kewajiban, biasanya tidak memperhatikan aktifitas ibadahnya. Menurutnya, yang penting sudah melaksanakan tanpa memikirkan kembali untuk memperbaiki ibadah selanjutnya.

Seorang hamba yang melaksanakan ibadah karena kewajiban hanya merasakan lega sesaat, merasa terlepas dari kewajiban, merasa tanggung jawabnya sudah dilaksanakan. Setelah itu, dia tidak merasakan bekas yang mempengaruhi di dalam hatinya yang akan membuat dirinya lebih baik. Makanya, tidak jarang ada orang mengeluh tentang firman Allah yang menyatakan bahwa shalat mencegah perbuatan mungkar. Mereka seperti tidak percaya dengan firman Allah tersebut, karena merasa shalatnya tidak mempengaruhi dirinya menjadi lebih baik.
Biasanya seorang hamba yang melaksanakan hanya karena kewajiban mengatakan, “Yang penting saya sudah melaksanakan kewajiban. Saya sudah bebas dari tuntutan melaksanakan shalat. Masalah diterima atau tidak, urusan belakangan”.

Pelaksanaan ibadah yang diwajibkan sebenarnya memandang pada sifat manusia yang di dalam dirinya terdapat sifat lalai. Oleh sebab itu, Andai saja Allah tidak memberi status hukum wajib pada suatu ibadah, semisal shalat lima waktu, dimungkinkan tidak ada seorang hamba yang akan melaksanakan shalat lima waktu. Dengan status hukum wajib, seorang hamba akan merasa tertuntut untuk melasanakannya.
Melihat kemampuan seorang hamba dalam pelaksanaan ibadah, maka ada hamba yang hanya mampu melaksanakan ibadah yang wajib saja dan ada hamba yang tidak hanya mampu melaksanakan ibadah yang wajib, tapi ibadah yang sunnah pun menjadi rutinitas dalam kesehariannya.

Kemampuan seorang hamba yang kadang dibelenggu oleh kelalaian dan kemalasan, membuat dirinya pilah-pilih dalam melaksanakan ibadah. Jika tidak wajib, tidak dilaksanakan. Melaksanakan ibadah karena ada tuntutan. Lebih jelasnya, karena khawatir pada konsekwensi diwajibkannya suatu ibadah. Yakni, menghindar dari ancaman siksa neraka dan mengharapkan nikmat surga.

Memang, dalam pelaksanaan ibadah, seorang hamba memiliki tingkatan tertentu. Berawal dari belajar atau melatih bagaimana beribadah sesuai kondisi hatinya. Hal ini sebagai proses untuk mencapai tingkatan ibadah yang paling tinggi di sisi Allah. Oleh sebab itu, ada hamba beribadah karena masih belajar. Ada hamba beribadah karena semata memenuhi kewajiban. Ada hamba beribadah karena mengharapkan pujian. Ada hamba beribadah karena seseorang. Ada hamba beribadah karena berharap surga. Ada hamba yang beribadah semata-mata penghambaan.


"Kutipan beberapa dari berbagai sumber"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

lebih baik memiliki 1 artikel berkualitas hasil karya kita sendiri daripada memiliki 100 artikel hasil copas dan tidak berkualitas sama sekali.

Jumlah Kunjungan

foto foto


" />




 
Blogger Templates